Ber-Toleransi Dalam Mengerti Rancangan Allah; 1 Musa (Kejadian) 17, 15-27

Sejak teks ini, maka kedua golongan besar keluarga anak-anak Ismael dan Ishak kemudian menaiki tangga mereka sendiri-sendiri. Hagar yang membawa anaknya Ismael ke padang pasir ke tanah arab kemudian diberkati Allah, dan kepadanya diberikan keturunan yang besar. Dari padanya akan bangkit 12 raja-raja yang memerintah mereka sendiri, dan banyak orang lain yang memberikan kemuliaan kepada dia.
Sedang anak yang dilahirkan dari rahim Sara kemudian juga diberkati Allah dan kepadanya diberikan berkat kehidupan sebab “Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya” (ay 19b).
Tapi bagaimana mungkin, gundah Abraham menerima perkataan dan janji Allah. kegundahannya bukan tak beralasan. Sebab ia sudah berumur 99 tahun pada saat perjanjian sunat itu, sedang istrinya kini 90 tahun (ay 24). Tak mungkin. Dalam ketuaannya, ia hanya berharap bahwa Tuhan Allah memberkati dia dan yang akan menjadi pewaris dari segala yang ia miliki. Sampai saat ini Abraham hanya memiliki Ismael dari gundiknya, Hagar. Meski bukan anak yang lahir dari istrinya, Ismael seharusnya sudah mewarisi segala kekayaan dan menjadi penerus dari marga Abraham jika ia mati. Apa mungkin akan ada anak dari seorang yang sudah uzur; gaek dan karena itulah dia tertunduk dan tertawa. Tawa “leseng”, sebab ia berkata dalam hatinya “Mungkinkah?”
Dua tiga kali kita mengerti rencana Allah dalam koridor rencana Allah sendiri, maka niscaya akan kita temui rancangan Allah yang mulia dan selalu membawa keselamatan. Tapi kali keempat kita mau mengerti rencana Allah dengan fikiran dan jalan kita sendiri, maka kita gagal dan terbentur. Karena itu sejak berulang-ulang Allah mengingatkan bahwa rancangan Allah adalah rancangan kemuliaan dan kehidupan, yang penuh harapan (bnd Yer 29, 11). Kita diminta untuk terus menerus setia mengikuti rencana Allah dan mempercayainya terus menerus.
**
Abraham, sang Bapa segala orang percaya hampir gagal menerima dan meyakini rancangan Allah; bahwa dia berfikir secara kemanusiaan itu wajar. Pada saat itu, sebagaimana banyak tradisi di dunia ini maka anak sulung akan menjadi pewaris keluarga. Ia akan memberikannya sekarang kepada Ismael, anak dari gundiknya. Tidak mungkin tidak ada yang meneruskan ini semua bukan. Kekayaan, marga, keluarga dan masa depan di hapadan bangsa-bangsa.
**
Dalam rangka hidup berdampingan dengan sesama sebagai bangsa – warga – agama – lain di dunia ini, maka kita juga dihimbau untuk siap menerima adanya kebenaran orang lain padanya. Kita menerima kebenaran agama, ajaran dan ideologi seseorang, sekelompok dan agama lain – khususnya muslim yang sekarang sedang melaksanakan puasa dalam bulan ramadhan – minimal baginya sendiri. Kebenaran dimaksud bukan bersifat kompromistis, jika berhubungan dengan kepercayaan dan iman kita kepada Tuhan Yesus Kristus. Tuhan, sang toleran juga berkata, bahwa Allah “menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Mat. 5, 45).

Leave a comment