Untung Caleg : Catatan Rohaniman

para-undanganPada perayaan Natal Oikumene Nagori Jorlang Huluan dan Sihaporas tadi, 29/12 ada banyak caleg yang datang. Beberapa diantaranya adalah dari beberapa Caleg di daerah pemilihan IV, Kab Simalungun. Hadir disitu Piliaman Simarmata, SH yang sekarang katanya adalah Anggota Komisi I DPRD Simalungun membidangi KeNagorian; kemudian ada juga Bernard Damanik dari Bahliran sekarang Sekretaris Partai PIB Kab Simalungun; juga dari Partai yang sama adalah Sanju Sidabutar, seorang muda yang katanya tinggal dan menetap di Sarimatondang Sidamanik. Lalu ada juga Pasu Malau, SH, MH yang meminta belas kasih semua orang karena katanya dia sudah sering menjadi calon dan belum pernah sekali pun menang. Dari Tk Propinsi dan Pusat hadir Jhon Raiporman Saragih dari Barnas; juga Sotarman Saragih dari PDIP, yang adalah juga seorang dokter namun meninggalkan jabatan fungsi PNS.

Entah bagaimana orang yang hadir dalam acara Perayaan Natal ini dapat mengingat semua kata-kata sambutan dari para calon ini. Mereka menghabiskan waktu dengan memberi perkenalan pada mulanya, sebatas pada nama dan marga, kemudian keluarga istri dan anak, hulahula dlsb kemudian meluas ke kecamatan, ke kabupaten dan akhirnya memang sampai juga ke SBY dan sebagian nyerempet ke AS. Rata-rata mereka memang melakoni yang disebut memperkenalkan diri dan meminta simpati, atau katakanlah sebagai kampanye.

Catatan pertama. Saya sebagai bagian dari panitia ini, atau sebagai penasehat dalam susunan kepanitiaan Natal Oikumene dua Nagori ini merasa kecolongan. Sebab dengan banyaknya waktu yang tersita oleh ramah tamah mereka, dan sayalah yang memang menuliskan acara “RAMAH TAMAH” ini, tetapi tidak memaksudkan bahwa waktu ini akan habis begitu lama. Baru pada pukul 15.00 Wib acara makan bersama dimulai; setelah dengan kesal setengah mati kontingen dari Sihaporas pulang dengan umpatan. Harus diakui memang, bahwa kepanitiaan kurang atau tidak memperhatikan lagi para undangan. Sehingga jika mereka yang bersungut-sungut bahwa Natal Oikumene kali ini sifatnya politis, dalam artian sempit mungkin mereka tidak salah-salah amat. Saat semua menanti dan terpaku pada lelang dan apa yang dikatakan oleh para caleg sebagai sumbangannya untuk pesta ini; banyak orang yang sudah kelaparan setengah mati, tak tahu mau bilang apa. Saya sendiri dengan keadaan itu memang akhirnya tidak memakan sebutir pun nasi yang disediakan oleh panitia.

Tak urung, R Situmorang pun katanya bernafas lega saat sekretariat mengumumkan ada hasil kotor pula, kl 8,6 juta semua sumbangan dan bentuk lelang pada hari ini. Ini memang dilemma. Kita memang mengharapkan bantuan untuk menutupi biaya pada perayaan Natal yang oikumenis ini. Tapi, tak dapat disangkal bahwa sebenarnya yang diharapkan tak lebih dari sumbangan untuk dibagi-bagi ke semua gereja peserta. Saat sebagian mengatakan bahwa natal ndang marhepeng tahun lalu lebih baik dari sekarang, sebagian hati kecilnya mengharapkan natal ini sukses dan membawa untung. Untung-lah sebenarnya yang paling banyak diperbuat, bukan apa-apa.

Catatan kedua, tak lekang pula bahwa Natal disini selalu diidentikkan dengan lelang, tarian tangan di atas, maksudnya untuk tari-tarian yang kurang lebih erotis sebenarnya menurut saya dan sifatnya hanya hura tanpa makna. Tapi, mau apa lagi. Hampir semua punguan, lembaga, parsahutaon dan marga dan terutama gereja melakukan ini. Tak lengkap rupanya kata mereka dan bukan sebuah Natal tanpa lelang, lelang dan hiburan picisan seperti ini. Keberhasilan sebuah natal dianggap adalah sebuah Natal dengan hasil lelang sekian juta rupiah; hasil sumbangan tari-tarian (yang itu-itu juga) sekian ratus ribu, dlsb. 4 Tahun bersama mereka memang tak ada yang dapat kulakukan memperbaharui ini. Akan dianggap asing Natal tanpa lelang. Entah ini terjadi hanya di daerah ini saja; entah di daerah lain. Tapi saya yakin masih ada dan mungkin banyak orang yang masih merindukan kesederhanaan Natal meski tanpa Lelang yang berlebihan, bahkan kesannya menodong, menarik urat syaraf, dan korban konsumerisme.

Catatan ketiga, Caleg. Bagaimana dengan mereka? Untungkah ada mereka. Saat memperhatikan keseriusan mereka memberi waktu untuk berlama-lama berbicara (sebagian) saya yakin mereka tidak lagi cukup bersemangat melihat kedatangan orang yang hadir. Para pendengarnya itu loh, matanya nanar, tertawa dipaksakan, dan mereka harus menerimanya. Tapi begitulah, untung ada caleg, semoga mereka juga beruntung.

Leave a comment